Don’t Ask Why We Run

Image

Senengnya pake banget deh pas diemail sama Mba Putri dari CLARA buat ngerjain tulisan soal lari ini. Selain  nara sumbernya itu dari  teman-teman sendiri (thx to temen2 IndoRunners yang direpotin buat diminta testimoni malem2 ya hihi), juga kayanya lebih gw  banget aja *apeu :D*.  Lebih seneng lagi begitu majalahnya udah terbit. Kalo udah pada beli CLARA edisi Oktober yang covernya Sigi Wimala, tulisan ini ada di booklet AXA & CLARA.

Karena tulisannya buat booklet, jadinya emang ga bisa terlalu padet. Nah kalo mau baca tulisan lengkapnya, saya post disini ya.  Happy reading! 🙂

————————————————————————————————-

DON’T ASK WHY WE RUN

To live longer, you have to run”. Itulah tagline orang jaman dulu tentang lari. Pada saat itu, orang lari hanya untuk satu tujuan yaitu agar bisa bertahan hidup lebih lama di dunia.  Hal ini bisa dimengerti karena pada saat itu, manusia hidup di jaman yang masih dipenuhi hutan lebat, lengkap dengan binatang buasnya. Praktis, begitu matahari terbit, mereka harus lari untuk berburu makanan, sekaligus  lari dari kejaran hewan.  Satu-satunya ukuran keberhasilan lari saat itu hanyalah selamat atau tidak dari sang pemangsa.

Namun lain lagi dengan cerita di Mesir kuno. Setiap tiga tahun sekali, seorang raja harus lari menempuh jarak tertentu dengan waktu yang lebih cepat dari sebelumnya hanya untuk menentukan layak atau tidaknya ia mempertahankan mahkota rajanya.  Cerita lainnya soal lari yang tidak boleh dilewatkan juga adalah cerita dari Yunani. Kisah ini bisa dibilang sebagai tonggak sejarah  olahraga lari. Sebuah pertempuran  terjadi  pada tahun 490 SM di teluk Marathon antara tentara Yunani  melawan  pasukan Persia.  Setelah pertempuran usai  Pheidipiddes sebagai pembawa pesan, berlari tanpa henti menuju Athena untuk mengabarkan kemenangan Yunani atas pertempuran Marathon. Karena kelelahan akibat berlari,  Pheidipiddes pun meninggal tak lama setelah menyampaikan kabar gembira tersebut. Sejarah ini kemudian diadopsi oleh olimpiade di era modern  untuk seterusnya menjadi nomor atletik baru yang disebut dengan Marathon. Olimpiade era modern pertama di tahun 1896, jaraknya sekitar 40km, dari Marathon menuju Athena. Namun  jarak ini bisa berubah-ubah di Olimpiade berikutnya karena banyaknya rute antara Marathon-Athena. Hingga akhirnya pada Mei 1921, International Amateur Athletic Federation (IAAF) menetapkan 42,195 km sebagai jarak resmi lomba marathon yang masih digunakan sebagai acuan hingga saat ini. Lari dengan jarak 42K ini sering disebut full-marathon, sedangkan untuk 21K disebut half marathon dan yang lainnya disebut mengikuti jaraknya, misalnya 10K (ten -key). Jadi tidak semua lomba lari itu disebut  marathon, seperti yang sering dipersepsikan masyarakat selama ini.

Seiring berjalannya waktu, lari kemudian menjadi fenomena tersendiri, mengikuti sejarah manusia. Kalau kita lihat kebelakang, istilah lari pagi sudah muncul sejak lama. Kebiasaan ini  muncul karena pagi hari diyakini sebagai waktu yang tepat untuk berolahraga karena  udaranya yang masih segar.  Kebiasaan ini terus berlanjut, dari lari sendiri  lalu berkembang menjadi sebuah kelompok-kelompok kecil untuk lari bersama. Beberapa tahun belakangan ini  mulailah bermunculan  komunitas-komunitas pencinta lari, salah satunya adalah IndoRunners, yang merupakan  komunitas penggemar olahraga lari independen  terbesar di Indonesia yang didirikan tahun 2009.  Di  jejaring social media twitter dan facebook, secara total anggotanya sudah melebihi 22.000 pelari dari tingkat pemula sampai professional.  Disini bisa dilihat bahwa komunitas punya peran penting untuk menyebarkan  virus lari ini.  Mempunyai   support group dengan passion  yang sama, membuat wawasan soal lari pun bertambah dari hasil share satu sama lain, juga dari referensi lainnya.

Lalu timbul pertanyaan,  kenapa lari  begitu mudah diterima oleh masyarakat? Mungkin salah satu jawabannya adalah karena lari merupakan kegiatan universal yang paling mudah dilakukan oleh semua orang tanpa batasan umur, jenis kelamin, profesi, status social, dll.  Alat utamanya pun sudah disediakan Tuhan untuk manusia. Sehingga ketika ditanya apa tujuan orang-orang mengikuti lari ini bermacam-macam.  Misalnya,  “Olahraga yang ga banyak menyita waktu kerja ya lari. Selain itu, lari bisa jadi ajang sosialisasi. Bonusnya sehat dan kurus” ujar Tyas Fadhillah, karyawan swasta yang mulai menjalankan hobinya sejak 2 tahun yang lalu.
Ada juga yang memilih lari karena olahraga ini simple, “Lari kan ga pake alat, jadi praktis & simple banget” tutur Almaviva yang semenjak rutin lari setahun yang lalu  tidak pernah lagi mengalami anemia yang kerap kali dialaminya.

Hal yang sama dilontarkan Tyas Suci, yang baru setahun lari tapi sudah sukses mengikuti triathlon pertamanya, “Olahraga paling simple tapi bisa melepas semua beban. ” Ya, lari  juga dianggap sebagai penyaluran emosi yang tepat setelah lelah bekerja, “Lari itu pas banget buat menghilangkan kepenatan, apalagi setelah seharian melakukan operasi yang membutuhkan konsentrasi tinggi” ujar Sevline, seorang dokter bedah syaraf yang juga rajin berlari.   

Tak sedikit pula yang menganggap kegiatan lari ini sebagai ‘me-time’. “Saya bisa jadi diri sendiri dan lebih mendengarkan diri saya sendiri, ya ketika sedang lari” ujar Gamma Sinta, seorang ibu rumah tangga yang akan segera melahirkan anak keduanya.

Lain lagi dengan Felix Tedja, pelatih hockey  yang memang sudah menyukai  olahraga sejak kecil. “Saya suka lari karena sebagai manusia kadang kita butuh kepuasan untuk mencapai sesuatu, dan buat saya semua yang saya cari itu ada di lari.”

Intinya, bagi para peminat olahraga lari, kegiatan ini tidak hanya melatih fisik semata, namun juga sarana untuk melatih mental agar menjadi lebih kuat.   Lalu dari segi fisik, ada seribu satu manfaat  lari yang sering kita baca di website kesehatan. Tidak hanya sebagai cara yang paling efektif untuk  menurunkan berat badan, membuat jantung sehat, meredakan stress, meningkatkan stamina dan konsentrasi, meningkatkan vitalitas, namun masih banyak sederet manfaat lainnya. Salah satunya dialami oleh Aki Niaki, seorang arsitek dan salah satu co-founder Indorunners yang sudah lari melanglangbuana ke seluruh dunia dengan sederet prestasi mengagumkan di usianya yang akan menginjak angka 57. Aki mengidap asthma dan bronchitis akut sejak kecil. Namun semenjak rutin lari di tahun 2000,  Aki merasa jatuh cinta dengan lari terutama mountain trail. Saat itulah penyakit asthma serta bronchitis yang kerapkali membuatnya masuk rumah sakit tak pernah menghampirinya lagi.

Begitu banyak manfaatnya, sehingga tak heran jika virus lari tadi menyebar dengan cepat. Virus olahraga ini menyebar kemana-mana dengan cepat melalui berbagai medium dan channel media, khususnya peran social media.  Sekarang, orang-orang bisa dengan mudah menemukan self portrait para pelari sewaktu sedang berlari lalu kemudian memposting jarak yang sudah dia tempuh. Ada kepuasan tersendiri jika public tahu bahwa dia sudah menempuh jarak yang cukup jauh dalam olahraga ini. Semakin jauh jarak yang di tempuh tentunya akan menimbulkan rasa bangga tersendiri bukan? Selain itu, public figure yang menggemari olahraga lari semakin banyak saja. Ini  memberikan efek domino yang tak kalah mengagumkannya untuk membuat  orang  ikut serta.

Belum cukup sampai disitu.  Bertebarannya event-event race yang diadakan di kota-kota besar membuat lari semakin diminati.   Race atau lomba  lari  adalah ajang yang wajib diikuti oleh pencinta olahraga lari untuk merayakan semua kerja keras yang telah dicapai di setiap latihannya.  Siapapun bisa mengikutinya, tinggal disesuaikan dengan kemampuan dan target  masing-masing, apakah mau mengikuti lomba 5K, 10K, 21K atau 42K.  Event ini akan menjadi  kesempatan  bagus untuk mengetahui kemampuan diri sendiri. Bagi para pelari sejati, satu-satunya musuh pada saat race  adalah diri kita sendiri.  Bisa dibayangkan saat sedang berlari dalam sebuah race dengan kondisi badan sudah lelah,   pada saat itu muncul bisikan-bisikan negatif yang meminta dan memohon Anda untuk berhenti. Pertanyaanya adalah apakah Anda bisa melawan suara negatif itu dan terus berlari, atau malah Anda akan menyerah kemudian memilih untuk berhenti. Disitulah intinya perjuangan mental seorang pelari. Melawan semua suara negative dalam diri, memfokuskan mindset bahwa kita bisa sampai ke tujuan akhir. Ketika  bisa mengalahkan bisikan-bisikan negatif tadi dan berhasil mencapai finish line, Anda akan merasakan kebahagiaan tak terhingga. Semua ekspresi bercampur jadi satu. Rasa lelah langsung hilang seketika, berganti dengan  bangga karena  mampu mengalahkan diri sendiri. Kalau musuh terbesar saja bisa kita kalahkan, apa lagi yang tidak bisa kita lakukan?

Melihat banyaknya antusias orang-orang terhadap lari ini jelas menyenangkan.  Terlepas  dari anggapan orang bahwa lari ini hanya trend sesaat yang akan berganti dengan trend lainnya, setidaknya  ada hal positif dibalik itu yaitu  mulai adanya awareness orang-orang untuk menjaga kesehatan.  Hal ini didukung pula  dengan gencarnya brand olahraga mengeluarkan produk-produk unggulannya yang eye catching, sehingga  menambah minat orang untuk mulai berolahraga.  Lihat saja berbagai  gear yang sedang hip saat ini  membuat siapapun tertarik ingin menggunakannya.  ‘Running shoes is a must. ’ Begitulah kira-kira gambaran trend terkini.  Semakin mahal, semakin jarang modelnya, semakin baru serinya, maka akan semakin diburu.  Sedikit tips untuk memilih sepatu lari adalah kenali kaki Anda terlebih dahulu.. Apakah telapak kaki Anda datar, agak menukik, atau netral, karena masing-masing akan berbeda kebutuhannya. Kemudian juga cari sepatu yang memang sesuai dengan kebutuhan. Misalnya Anda membutuhkan  sepatu untuk lari  jarak  jauh, itu akan berbeda solnya dengan sepatu yang digunakan untuk jarak   dekat. Untuk berlari di jalan, akan beda dengan sepatu untuk lari di gunung. Namun yang harus diutamakan adalah  kenyamanannya.  Jangan mengorbankan diri  menggunakan sepatu yang sebenarnya membuat kaki Anda tidak nyaman saat berlari guna meminimalisir resiko cedera di kemudian hari.

Gear pendukung lain  tak kalah  menarik.  Berbagai dri-fit beraneka warna dan model, tights, shorts, legging, armband,   topi, earphone, kacamata, tas pinggang,  jam tangan dengan teknologi terkini,  akan membuat Anda  lebih bersemangat lagi untuk lari, ditambah dengan aplikasi untuk lari yang ada di smartphone. Lihat saja outfit yang kerap digunakan oleh para pelari masa kini, entah itu di jogging track, di jalanan, atau pada saat lomba, menjadi pemandangan yang  menarik bagaikan di catwalk.  Anda akan sering menjumpai  para pelari  baik pria atau wanita menggunakan running shoes seri terbaru berwarna-warni, legging panjang yang dipadu dengan short,  jam tangan berteknologi GPS serta heart rate, lalu topi dan juga armband yang ditaruh di lengan untuk menaruh smartphone.   Namun  tak hanya outfit yang harus diupdate. Yang lebih penting adalah  mengikuti informasi seputar dunia lari  melalui majalah ataupun website sebagai referensi seperti Runner’s World atau Running Time. Disitu kita bisa mendapatkan segala informasi mengenai lari.  Mulai dari artikel kesehatan, nutrisi, motivasi, informasi soal traning,  racing,  gadget dan gear terbaru, serta informasi lainnya secara lengkap bisa ditemui disitu. Negara maju seperti Amerika  sering dijadikan acuan karena disana  lari sudah jadi bagian dari gaya hidup  dan bukan pemandangan aneh lagi.  Ditunjang pula oleh fasilitas  seperti banyaknya taman kota, pekerjaan stabil, tingkat pendidikan yang baik, sehingga awareness terhadap kesehatan  sudah tinggi. Kita memang masih  jauh tertinggal, tapi setidaknya kita sedang mengarah kesana.

Meskipun banyak yang setuju bahwa manusia dilahirkan untuk bisa berlari secara natural, namun tetap ada batasan-batasan yang harus diperhatikan. Salah satunya adalah resiko cedera. Lari  termasuk olahraga dengan rawan cedera tertinggi karena adanya tekanan yang sama dan terus menerus pada kaki.  Too fast- too soon-too much, begitu menurut running expert. Terlalu banyak sesi lari atau terlalu cepat meraih kilometer/ sesi/ speed dalam jangka waktu tertentu ternyata bisa menyebabkan otot tidak siap sehingga terjadilah cedera itu. Ini tentu masalah yang sebisa mungkin dihindari karena bisa berefek serius dalam jangka waktu panjang.  Disinilah pentingnya pemanasan dan pendinginan. Sebelum melakukan olahraga sebaiknya pemanasan terlebih dahulu dengan jogging ringan selama 10-15 menit baru kemudian melakukan peregangan. Begitu juga dengan pendinginan.  Lakukan jogging ringan kembali  5-10 menit lalu lakukanlah peregangan dinamis. Boleh juga dilanjutkan dengan peregangan statis kalau dirasa ada otot yang kurang lentur. Semakin tahu resiko cedera, maka kita akan semakin aware terhadap sinyal-sinyal yang diberikan oleh tubuh kita. Hasilnya ? Kita akan lebih menghargai tubuh kita sendiri dengan melakukan gerakan yang benar dan tidak asal-asalan. Jangan lupa juga untuk memperhatikan  pola makan  serta  pola istirahat  yang cukup, agar mendapatkan tubuh sehat secara maksimal.

Sebagai olahraga  pembakar kalori terbaik, bukan berarti cocok untuk dilakukan oleh semua orang. Mereka yang  memiliki masalah  pada jantung, kemudian ibu hamil, lalu punya masalah pada pergelangan kaki, lutut dan sendi pinggul  disarankan untuk tidak melakukan olahraga ini. Tapi jika Anda tidak termasuk yang disebutkan tadi, silakan mencoba olahraga ini.

Getting started is the hardest part”. Ya, kalimat tersebut dengan tepat menggambarkan bahwa rasa malas seringkali mengalahkan niat kita dengan berbagai macam alasan.Belum punya sepatu’, ‘susah bangun pagi’, ‘takut pingsan kalau lari terlalu jauh’,  dan masih banyak alasan lain yang berujung  sebagai wacana saja. Berikut tips sederhana untuk memulai lari :

  1. Tetapkan tujuan ingin hidup lebih sehat.
  2. Bergabung di komunitas. Ini dilontarkan oleh Rian Krisna, salah seorang admin IndoRunners. Hal tersebut bisa dimengerti karena dengan punya support group,  spirit untuk tetap konsisten lari  akan terjaga, kemudian secara  perlahan, wawasan mengenai lari pun akan makin bertambah. Bahkan bukan tidak mungkin kalau Anda jatuh cinta pada olahraga yang satu ini
  3. Mulailah berlari dimulai dari jarak pendek, santai, namun  dilakukan secara rutin
  4. Gunakan lari sebagai saat yang tepat untuk mendengarkan tubuh Anda sendiri. Apabila ada sesuatu yang salah, tubuh pasti mengirimkan sinyalnya  dan tugas kita untuk menerjemahkannya. Apakah ada yang harus dikoreksi dari cara larinya, atau harus beristirahat sejenak karena heart ratenya sudah terlalu tinggi, itu semua  hanya Anda sendiri yang bisa mengetahuinya. Sehingga mendengarkan musik melalui earphone sebenarnya tidak terlalu dianjurkan, apalagi  saat sedang berlari di jalanan karena bisa membahayakan Anda sendiri.
  5. Tantang diri Anda untuk mengukur kemampuan diri dengan mengikuti race.  Seperti tagline sebuah minuman energy, “There is a moment in every race. A moment where you can either quit, fold, or say to yourself, ‘I can do this.'”
  6. Have fun !

Kalau semua itu masih belum  cukup membuat  Anda tertarik,   testimony berikut mungkin bisa mengubah mindset Anda.

“Kenapa suka lari? Gara-gara baca bukunya Gretchen Rubin, judulnya Project Happiness. Jadi buku itu nyeritain hal-hal apa saja yang bisa kita lakukan supaya kita tambah happy. Nah disalah satu chapter buku itu, Gretchen nyeritain pengalaman dia waktu SMA disuruh lari sama bokapnya. Seminggu 3x selama 20 menit. Akhirnya gw cobain deh dan keterusan! Terlebih setelah gabung sama komunitas bulan April lalu, makin rajin larinya. Dan biasanya yang gw pikirin saat lari adalah liburan, kerjaan sama kata-kata ini : If you wanna eat like a king, you gotta run like a bandit. Kalo udah gitu, larinya jadi tambah semangat. ” Aditya Aryatama, 29, Marketing Telkom.

“Saya suka lari semenjak awal 2012. Awalnya paling anti sama lari karena terlihat capek. Tapi setelah punya running shoes pertama kali, saya nyoba buat lari dengan nafas yang payah. Setelah itu, saya banyak browsing mencari informasi tentang lari, saya coba latihan sedikit demi sedikit kemudian menjadikannya rutinitas mingguan dan ketagihan!. Selain itu  banyaknya brand olahraga yang membuat produk unggulannya bikin daya tarik tersendiri buat ikutan lari.” – Erlangga Dimas, 23, Part-time worker.

“Lari membuat saya punya citra diri positif.  Sebelumnya saya adalah orang yang sangat pesimis dalam memandang semua hal, dan lari bisa mengubah persepsi itu
.” Anindita, 32 tahun

“Saya baru serius lari belum genap setahun,dan kenapa memilih lari karena orang ga harus belajar dulu buat lari, ga seperti renang, dll. Selain itu efek yang paling besar dirasain pas lari adalah dampak psikologisnya. Contohnya ketika mengawali kegiatan lari lalu mematok target sendiri dan akhirnya tercapai, rasanya senang dan puas. Itu jadi trigger buat mengawali segala aktivitas selanjutnya. Pikiran jadi lebih tenang dan focus untuk kegiatan-kegiatan baru. Singkatnya, lari itu jadi motivasi” –Herwin Tiranda, Asisten peneliti, juara 2 Mt Rinjani Ultra 2013.

“Yang kepikir sebelumnya soal lari adalah track yang ngebosenin. Sampai akhirnya 2 tahun lalu, diajakin buat road run, ternyata asik. Selain itu, nambah temen baru artinya dapat motivasi baru, kemudian bisa memotivasi teman baru, itu seperti jadi energy baru buat aku.  Aku paling suka  kata-kata ‘Run with your own pace’ karena itu memotivasi aku untuk menghargai kemampuanku apa adanya dan menghargai usahaku sendiri.”  Maria Sari, 44 tahun, Centre Manager IBCC

Disaat sebagian orang sibuk meramalkan kapan trend ini akan berakhir, sebagian lagi sibuk menikmati transformasi positif dalam dirinya  sambil seraya melontarkan pernyataan sekaligus pertanyaan, “Don’t ask why we run,  ask yourself why you don’t?” Anda?

3 thoughts on “Don’t Ask Why We Run

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s