OLEH-OLEH DARI SEMINAR “DISIPLIN DENGAN KASIH SAYANG”

Sadar diri karena tidak memiliki bekal ilmu parenting yang cukup, saya senang sekali ketika AbahAmbu mengadakan seminar mengenai Disiplin dengan Kasih Sayang dan pembicaranya adalah pakar psikolog, Ibu Elly Risman. Lebih seneng lagi karena dapet undangan seminarnya dari The Urban Mama, terimakasih banyak TUM! 🙂 *kedip-kedip sama Eka 🙂 Acara yang diselenggarakan pada hari Sabtu, 10 Mei 2014 lalu, bertempat di ruang auditorium Politeknik Kesehatan Jl Pajajaran no 56 Bandung.   Seneng banget rasanya melihat antuasiasme 400 peserta, dan artinya semua seat terisi penuh. Yeay! Acara seminar ini dibuka oleh MC ternama yang juga adalah ibu ketua geng bebibala-bala, Manik La luna 🙂 *keprok dong ah 😀

Image

Berbicara mengenai disiplin, memang tidak semudah membalikkan telapak tangan. Malah menurut Ibu Elly, disiplin adalah masalah terumit di dunia. Rumit karena biasanya terjadi inkonsistensi antar pasangan karena pengalaman masa kecil mempengaruhi gaya disiplin sekarang. Kebayang ga, kita dan pasangan kan dibesarkan dengan kebiasaan dan disiplin yang berbeda. Terus pas kita punya anak, dengan pengetahuan parenting yang terbatas,   membuat kita blank dan ga ngerti mesti bersikap bagaimana sama anak. Terkadang kita secara tidak sengaja kemudian meniru/ menggunakan cara-cara lama untuk menerapkan disiplin pada anak kita; mengancam, menghukum atau bahkan memukul. Tapi pernah ga sih mikir efeknya nanti buat si anak? *glek

Gaya disiplin popular : hukuman, pukulan atau paksa saja.

HUKUMAN

Hukuman ternyata hanya membuat anak TAKUT, dan tidak membuat anak belajar dari kesalahannya. Sehingga hukuman kurang efektif karena datang dari luar diri anak. Hukuman tidak mengajarkan control internal agar perilaku itu tidak terulang dan tidak pula menangani emosi sehingga anak tahu bagaimana bertingkah laku sesuai dengan harapan orangtua.

Akibat Hukuman : merusak harga diri anak karena menyakitkan secara fisik dan perasaan, takut pada ortu, melawan ortu, berbohong, melakukan sesuatu diam-diam.   Tidak efektif jika terlalu sering digunakan.

 

PUKULAN

Pukulan tidak mengajarkan apa yang seharusnya dia lakukan tapi: apa yang tidak boleh saja.   Kalaupun terpaksa melakukan, jelaskan, MENGAPA! (dengan catatan tidak boleh memukul anak dari bagian paha keatas, karena akan membuat trauma). Anak yang dipukul cenderung berperilaku menyimpang. Mudah frustasi, temper tantrum, & gampang mukul orang lain. Pukulan menanamkan lebih banyak ketakutan dibandingkan pengertian. Jadi jangan memukul jika hanya untuk menyakiti, karena pukulan membuat anak merasa : “Saya Jelek atau TIDAK BERGUNA!”.

-Penelitian dari Duke University menunjukkan bahwa bayi 12 bulan yang dipukul memiliki score test kognitif yang lebih rendah dari anak-anak yang tidak dipukul pada usia 3 tahun.

-Penelitian dari Tulane University menemukan sekitar 2.500 anak-anak yang diteliti yang biasa/ sering dipukul pada usia 3 tahun akan cenderung lebih agresif pada usia 5 tahun.

 

HADIAH

Sementara kalau kita sering menggunakan hadiah dengan maksud agar anak menuruti kita, maka ini yang harus diperhatikan.   Hadiah mengajarkan anak kalau mereka punya hak mengharapkan bayaran untuk melakukan sesuatu, bukan untuk bekerjasama. Hadiah memang berakibat lebih baik dan menyenangkan, tapi tidak bisa terus menerus. Perlu diingat, kalau hadiah itu bukan sogokan. Hadiah tidak selamanya harus benda, tapi bisa berupa pelukan yang lama. Terus Bu Elly becanda,   “Ini mah boro-boro lama, meluk aja jarang” *oops 😀

Jadi apa itu disiplin? Disiplin bukan hukuman, latihan dan kepatuhan. Disiplin itu memberikan petunjuk berperilaku. Sedangkan makna disiplin adalah pengasuhan,   mengajar kelakuan, jadi bisa dibilang disiplin adalah mengasuh tingkah laku.

Disiplin juga membangun control dalam diri, memahami perasaan diri dan orang lain, mampu bekerjasama dengan baik, sehingga membuat pribadi yang menyenangkan. Adapun dasar disiplin adalah menyadari bahwa   anak itu merupakan anugrah dan amanah, sehingga perlakukan sebaik mungkin dan ajarkanlah ahlak yang baik.

Kalau semuanya sudah dipahami, maka kita bisa mengerti kalau fungsi disiplin sebenarnya adalah memberitahukan kepada anak untuk membentuk kebiasaan serta meninggalkan kenangan. Mengurus anak ga cukup pake cinta saja karena jatuh-jatuhnya akan membuat anak jadi manja. Jadi harus dibarengi dengan logika, sehingga dia akan bertingkah laku sesuai dengan harapan.

Ada banyak sebab mengapa anak bertingkah laku tidak seperti yang diharapkan. Jawaban pertama adalah belum mampu, karena perlu diingat kalau sistem otak anak belum bersambungan. Sebab lainnya adalah anak mungkin ingin tahu, capek, sakit, lapar, bosan, canggung, atau sekedar minta perhatian, meniru orangtua, merasa diri tak berharga, melindungi dirinya, ditambah lagi dengan aturan yang tidak jelas.

Saya juga baru tahu kalau sebabnya kenapa orangtua suka menghukum adalah karena kecewa, marah, khawatir takut atau bingung.! *plus dengan teriakan dan intonasi suara yang mencapai do tinggi *glek lagi. Satu hal yang harus digarisbawahi bahwa sikap kasar dan hati keras hanya akan membuat anak kita lari.

Maka sebelum masuk ke bahasan Disiplin dengan Kasih Sayang, ada yang yang harus kita lakukan pertama kali, yaitu : menyelesaikan urusan dengan diri sendiri dan juga dengan pasangan, caranya : Maafkan masa lalu dan berdamailah dengan itu. Kemudian SEPAKAT dengan pasangan, untuk sama-sama mulai menyadari bahwa dengan tantangan zaman yang semakin besar dalam pengasuhan anak,   kita tidak bisa lagi menggunakan disiplin dengan gaya lama yang diadopsi dari cara orangtua kita dulu.   Kita juga harus mengubah kebiasaan pengasuhan yang impulsif, dengan selalu berpikir, “Kalau saya melakukan ini sama anak saya, apa akibatnya kalau dia nanti sudah besar?”.

Image Melalui pendekatan Disiplin dengan Kasih Sayang,   orangtua bisa mengambil keputusan bagaimana mencegah atau merespon dengan tepat terhadap kenakalan atau tingkah laku yang tidak patut. Kemudian mempertimbangkan perasaan dibalik perilaku, sehingga membantu anak sadar diri untuk menggunakan pikirannya baru mengambil tindakan yang bertanggung jawab, dan , menekankan pada proses belajar, yang pada akhirnya mencapai makna sebenarnya dari kata DISIPLIN.

Adapun 5 pendekatan   Disiplin dengan Kasih Sayang (DKS) yang bisa digunakan orangtua:

Pendekatan pertama DKS : Pikirkan perasaan anak

-Kita sering mempunyai anggapan yang keliru bahwa sebagian besar tingkah laku didorong oleh PERASAAN / EMOSI daripada HASIL PEMIKIRAN. Tugas kita adalah mengubah Emosi- menjadi Pikiran- baru kemudian Aksi. Karena biasanya anak-anak itu melakukan sebaliknya : Emosi- Aksi- Pikiran karena pusat otaknya belum bersambungan. Jangankan anak-anak, kita pun jika menghadapi sebuah peristiwa, kadang mengutamakan emosi dan beraksi dulu, baru berpikir kemudian, bukan? Jadi rasanya tidak pantas menghukum anak-anak karena ketidaktahuan mereka.

-Untuk mendisiplinkan anak, pikirkan perasaannya, kemudian pelan-pelan alihkan ke proses berpikir. Bila anak bertingkah laku tidak sesuai harapan, ingatlah langkah berikut : SLP-B. Stop, Lihat & dengar, Pikirkan apa perasaan yang mendorong perbuatannya, kemudian baru Bertindak.

Pendekatan kedua DKS : Mengajukan pertanyaan utk merubah tingkah laku

Mengapa harus BERTANYA? Karena pertanyaan menimbulkan kesadaran diri, membuat anak berfikir sebelum merespons, tahu apa yang akan dilakukannya lain kali sehingga menghasilkan otoritas internal. Jika kita hanya memerintah, yang terjadi adalah sebaliknya.

Adapun syarat bertanya adalah tidak dalam nada menuduh, menyindir, menunjukkan bahwa anak bodoh dan tidak paham.

Contoh dialog bertanya

Anak berlari dalam rumah.

Dialog yang lazim : “Stop! Jangan lari-lari dalam rumah!”

Dialog sebaiknya :

Ibu      : Dek, adek lagi ngapain?

Anak   : (anak memeriksa dirinya) Lari

Ibu      : Seharusnya adek bagaimana kalau dalam rumah?

Anak   : Berjalan

Ibu      : Bisakah adek melakukannya?

Anak   : Bisa

Ibu      : Terimakasih ya, Nak.

(Jadi ga usah pake teriak-teriak kan?? :D)

Langkah Otoritas Internal itu adalah membuat aturan, sepakati bersama, diterapkan dengan bertanya, kemudian jalankan dengan konsekuensi serta evaluasi.

Terangkan juga pada anak   mengapa aturan itu perlu. “Ayah dan Ibu sayang dan perduli sama kamu”, “Kami ingin kamu terlindungi dan aman”, “Kami ingin kamu mandiri dan bertanggung jawab”

Pendekatan ketiga DKS: Ajarkan keterampilan untuk tidak mengulangi tingkah laku negative

Anak harus diajari tidak bereaksi atas dasar emosi. Kemudian memikirkan konsekuensi dan bagaimana membantu diri sendiri melakukan apa yang mereka tidak suka, dan ini adalah PROSES.

Pendekatan keempat DKS : Gunakan kalimat singkat & aturan 2 kalimat

-Menurut Sandra Halperin Ph.D, berpeganglah pada aturan 2 kalimat : Berhenti berbicara setelah mengatakan 2 kalimat, karena semakin panjang maka akan semakin diabaikan.

-Kenapa kalimat singkat lebih efektif? Karena segera setelah mendengar pesan positif berkali-kali, mereka akan mengulang bagi dirinya sendiri sehingga tidak membutuhkan dorongan dari luar & tidak membutuhkan banyak tenaga dari orangtua.

-Hindari kata “jangan” dan lebih baik gunakan kata “lakukan”. Hindari juga mengomentari negative atas ketidakmampuan anak seperti “Itu saja kok adek ga bisa sih?”. Pilih kalimat dengan hati-hati. Buatlah anak tangguh dengan kata-kata yang bagus

Pendekatan kelima DKS : Fokuslah pada hal yang positif

Hal yang perlu diperhatikan

  1. Anak-anak peka terhadap harapan orang dewasa
  2. Seringlah memuji
  3. Pujilah perbuatannya dan bukan orangnya

Contoh kalimat memuji : “Bapak lihat cara kamu menolong adikmu yang hampir marah kemaren itu dengan mengalihkan perhatiannya dan membuatnya tertawa, KEREN BANGET! Sangat baik dan pintar untuk dilakukan. Terimakasih ya nak.

4. Pujian sederhana juga berhasil

5. Bantu mereka menggambarkan masa depan

Cara untuk memulainya adalah dengan berkata pada mereka : “ Yang mama/papa sukai dari kamu adalah ….. dan mama/papa bisa melihatmu suatu hari sebagai ……

6. Menggambarkan masa depan dengan istilah yang emosional

Yang mama/papa sukai dari kamu adalah kamu itu pintar melukis, dan mama/papa bisa melihatmu suatu hari sebagai seniman hebat yang menciptakan karya seni terindah yang bermanfaat buat banyak orang

 

Jangan lupakan juga untuk memasukkan unsur BAHAGIA dalam tujuan pengasuhan anak. Karena dari riset soal harapan orangtua pada anaknya, hampir semua menjawab : berharap anaknya menjadi seorang yang mandiri, bisa berpikir kritis, dan setumpuk harapan lainnya, tapi sedikit sekali orangtua yang menuliskan harapan agar anaknya BAHAGIA. Padahal unsur itulah yang paling penting. Apakah kita salah satunya? Semoga bukan dong ya!

Selamat mempraktekkan 5 pendekatan DKS tadi agar mereka menjadi anak-anak yang bahagia dalam hidupnya. Prakteknya pasti akan sangat tidak mudah sih ya… Saran Bu Elly, kalau tingkah laku anak lagi menguji kesabaran banget, mending istigfar sambil inget aja kalo otaknya anak itu belum bersambungan. Jadi ngapain buang energy kan? 🙂

Mendingan latihan buat tetep focus membentuk kebiasaan baik agar anak-anak kita punya kenangan yang baik pula terhadap kita sebagai orangtuanya. Meminjam kata-katanya bu Elly, “Kita ingin dikenang sebagai ibu yang bagaimana oleh anak-anak kita? Maka jadilah teladan yang baik, karena teladan lebih dari berjuta kata-kata. Semoga kelak anak-anak kita bisa bilang kalau mereka adalah amal soleh orangtuanya”.

PS : Terimakasih banyak buat sang MC, Manik La Luna yang selain pintar menghidupkan suasana, juga begitu sigap memberi tissue pada saya karena kita berdua tak henti-hentinya mewek bersama hahahaha…Sampai berjumpa di seminar berikutnya, yes? Jangan lupa perhatikan pitch control, eaaa 😀

 ImageSeneng bisa foto bareng Bu Elly plus Manik dan Rani juga 🙂 semoga kita  ketemu lagi di seminar selanjutnya *love*

 

 

3 thoughts on “OLEH-OLEH DARI SEMINAR “DISIPLIN DENGAN KASIH SAYANG”

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s