Saya percaya hanya kematianlah yang membuat semua masalah yang sedang dihadapi saat ini dalam sekejap terlihat menjadi tidak penting. Masalah yang terlihat pelik sampai membuat muka ini susah sekali untuk tersenyum, berubah menjadi hal yang sangat remeh jika ingat kematian dan kembali pada Sang Pencipta. Itu juga kalo tau jalan pulangnya deng ya, kalo ga tau jalan pulang sih ga menyelesaikan masalah juga hehe.. Tapi namanya juga manusia, udah tau persoalan pentingnya itu adalah urusan vertical dengan yang menciptakannya, tapi tetap sibuk dengan urusan horizontal yang isinya cuma drama dan bikin kepala pusing. Masalah klien ga suka sama kerjaan kita, atasan menyebalkan, duit gaji ga naik-naik, ngalamin kerugian bisnis, dll. Kesimpulannya, manusia emang hobi memikirkan hal yang tidak penting dan bersifat sementara, dan menomorduakan hal penting yang justru sifatnya pasti. Eh tapi ini sih perasaan saya aja, ga tau ya kalo kalian…
Saya juga percaya dengan kehidupan setelah kematian. Saya percaya bahwa menjadi manusia seperti sekarang ini adalah anugerah terbesar, seperti halnya kehidupan, karena sebelum jadi manusia, ruh kita yang sekarang ini bolak-balik dalam wujud yang berbeda, sampai akhirnya mungkin ribuan tahun, baru Tuhan meniupkan ruhnya pada bentuk yang paling sempurna, yaitu manusia, yang punya akal dan pikiran. Dengan catatan, itu juga kalau akal dan pikirannya dipake lho ya. Tapi lagi-lagi manusia kebanyakan terlena dengan ciptaan sempurna ini. Dikasih tangan dan jari misalnya, tapi ga tau harus dipergunakan dengan semestinya. Kalo mau menelaah, sadarkah bahwa Tuhan menciptakan tubuh ini sesuai dengan keinginannya yaitu agar manusia ingat pada Sang Penciptanya? Tapi yang terjadi mungkin sebaliknya, kita menggunakan badan ini sesuai dengan keinginan kita aja, inget Tuhannya ya kadang-kadang aja. Gitu ga sih? Apa saya doang ya? 😀 Jadi berhenti mikirin badan ini kegemukan, kekurusan, idung kurang mancung, dll.. tapi inget lagi apakah kita udah mempergunakan fungsinya sesuai keinginan Tuhan belum?
Saya juga percaya sekali bahwa para pendahulu kita meninggalkan banyak symbol tentang hidup untuk kita pahami lebih dalam. Salah satu contohnya, cerita rakyat asal muasal Gunung Tangkuban Perahu. Bahwa anjing yang namanya ‘si Tumang’ ternyata adalah jelmaan bapaknya Sangkuriang kan? Nah buat saya, bisa jadi itu adalah sebuah simbol untuk menjelaskan bahwa setelah kita jadi manusia namun belum jadi ‘manusia seutuhnya’ a.k.a ‘ga tau jalan pulangnya kemana’, sang ruh akan dimasukkan kedalam tubuh binatang, entah itu jadi semut, cicak, kelinci, buaya, entah seberapa banyak dan sering gonta-ganti wujudnya dan bisa jadi juga tidak berwujud dalam dimensi lain. Setelah beribu-ribu tahun, barulah ruh ini kembali ditiupkan dalam wujud manusia dengan harapan bisa kembali pada Sang Pencipta, menyatu dengan cahayaNya yang sempurna. Kalo engga, ya kembali lagi berada di siklus tadi. Dari situ saya jadi ngerti lagi, kenapa selain pada sesama manusia, kita juga mesti sayang sama binatang, tanaman, karena mereka juga mempunyai ruh. Bisa jadi ruhnya itu pernah jadi sodara kita atau teman baik kita waktu dia masih hidup dulu, ga pernah ada yang tau kan? Atau pernah ga ngalamin, kadang kita ketemu orang baru tapi ngerasa kaya udah lama banget kenalnya. Klik banget pokoknya. Bisa jadi di kehidupan sebelumnya dia memang punya hubungan yang dekat sekali sama kita. Cerita lainnya, pernah liat video ttg seekor anjing yang melolong sedih setiap adzan dikumandangkan? Mungkin lolongan itu tanda penyesalan kenapa ketika menjadi manusia ia selalu lalai dalam sholatnya dan tidak menggunakan chasingnya yang sempurna untuk selalu ingat dengan Sang Pencipta.
Jadi, sudahkah kamu bersyukur hari ini?