Tiba-tiba ingat perkataan teman baik saya: “Kalo masih mencengkram yang kita suka dan menendang yang kita ga suka, hidup kita lelahnya ga ada dua”. Iya, saya pernah banget hidup di fase itu. Sampe pengen banget beli kaos bertuliskan; “I feel like i’m already tired tomorrow” hahaha…
Ternyata setelah dikasih berbagai halang rintang dari level paling cemen sampai level advance, rahasia kenapa akhirnya kita bisa ngelewatin itu semua, adalah acceptance alias penerimaan. Acceptance itu harga mati yang ga bisa ditawar lagi di hidup ini ya ternyata.
Begitu kita keukeuh pake cara yang menurut pikiran benar, halang rintangnya ga akan beres-beres dan berujung kecewa lagi. Kemudian mulai muncul never ending question: “Kenapa sih?..”. Kalo si kenapa udh mulai muncul di pikiran, dalam beberapa saat kita akan jadi negatif, picik, judging dan semua pikiran buruk serta merta akan keluar kaya air bah yang ga bisa ditahan.
Trus gimana caranya biar pikiran itu bisa dikuasai kita? Jawabannya: terima dan jangan melawan. Kelihatan mudah ya? Prakteknya tentu tidak semudah itu gaes! Buat bisa nerima semua yang terjadi dalam hidup aja membutuhkan air mata dan rasa gelisah yang berujung stress atau bahkan depresi. Karena apa? Karena kita nolak alias menendang tadi. Menendang hal yang menurut kita ga ideal. Padahal ga ada yang ideal juga di dunia ini. Yang masih punya pola pikir kaya gitu tuh yang nyakitin dirinya sendiri. Kadang-kadang kita sendiri ga sadar ego dalam diri ini segede apa karena terus-terusan dikasih makan enak dan teratur.
Iya si ego ga perlu hilang sama sekali, cukup disadarkan dengan berbagai peristiwa dan juga ritual spiritual. Puasa salah satunya. Kenapa ritual spiritual itu penting? Karena tanpa itu, akan susah melepaskan pikiran-pikiran buruk yang dengan elegan menyusup lewat pori-pori tubuh persis kaya virus.
Kalo kata Gede Prama, dalam tubuh manusia itu kan terdiri dari unsur-unsur yang bertolak belakang. Tanah dan udara. Api dan air. Makanya kenapa dualitas akan mudah sekali menempel pada manusia. Jadi memang perlu kerja keras buat belajar menerima dan melebur dualitas tadi karena ada ego di dalamnya. Begitu udah bisa melebur, maka kita bisa menjaga jarak yang sama antara kesenangan-kesedihan dan kebosanan.
Trus kalo udh ngerti dan berkesadaran gitu hidupnya akan tenang dan mulus? Ya enggalah hahaha.. makin ngerti, makin dichallenge dengan level intermediate sampai tak terhingga. Tapi kalo kena goncangan hidup, minimal ga kaya ranting pohon yang langsung jatuh ke tanah. Tapi kaya burung yang begitu sadar mau jatuh trus dia bisa terbang lagi, pake sayap-sayap kesadarannya. Gitu. Iya, ga mudah, tapi bisa.
Semoga kita semua selalu merasa cukup dengan semuanya. Karena pada akhirnya, semua yang terjadi dalam hidup kita, bukan tentang kita dengan pasangan, kita dan orangtua, atau kita dengan orang lain. Tapi ini adalah perjalanan tentang kita dan Dia, Sang Pencipta.